Friday, December 28, 2012

Ampel :D

Bismillah..
Akhirnya hari ini akan jalan-jalan, yes!
Semoga selamat dalam perjalanan hingga sampai tujuan :))

Thursday, December 27, 2012

STOP Alay!

Apa pernah kau bertemu orang ini?
bertemu seseorang yang rela sedikit berkorban untuk kebahagiaanmu??
ah? aku sudah lama bertemu dengannya,
tapi sayang baru ku sadari hal itu beberapa hari ini..
betapa payah aku :(

Wednesday, December 26, 2012

01 Februari 2013

haht..
jadi begitu merasa bersalah :(
ya, memang salahku..
aku hanya mampu berkata maaf dan maaf :(
kalo inget siih pengen ketawa ajha :D :D

Sunday, December 23, 2012

24 Desember 2012

Ternyata, aku merasa...
aku telah memilikimu :)
aku telah memiliki hatimu.
aku yakin akan hal itu.

Wednesday, December 19, 2012

Calm Down

Tuhan...
Sudah ku temukan jawabannya.
Terima kasih telah menunjukkan yang sebenarnya :)
Terima kasih telah membuatku mengerti :D
hahahah :D

Thursday, November 15, 2012

Siapa sebenarnya?



“kamu yang memulainya, kamu yang membuat keadaannya berubah, kamu yang memunculkan nama-nama” katamu, bukan hanya seperti meraut-raut telingaku bahkan juga seperti mengupas habis hatiku.
“apa?! Aku…?”  kelu. Aku tak mampu untuk sekedar membantah, ini seperti aku begitu asing bagimu. Aku yang memulainya? Oke, dengan senang hati aku terima, kamu boleh menganggap aku yang memulai kerusakan ini, kerusakan yang memang mungkin aku dalangnya.  Aku yang membuat keadaannya berubah? Baik, lantas aku tanya sekarang, apakah aku salah jika aku harus pertama kali jatuh hati pada seseorang yang begitu sering menemaniku menikmati hari? Memberi sebentuk perhatian yang entah sekedar iseng atau apa. Aku manusia, aku jatuh hati pada orang yang membuatku nyaman hidup di dunia ini. Aku hanya terlalu ceroboh menempatkan perasaanku sendiri. Aku akui itu salahku. Kamu yang memunculkan nama-nama? Lagi-lagi aku dan lagi-lagi baiklah aku terima, walau aku lupa kapan sebenarnya julukan itu mulai ada. Alasan paling kuat kenapa aku harus seperti mencari nama yang cocok untukmu adalah karena kau melarangku memanggilmu “Gus” seperti orang lain memanggilmu demikian? Jika kau tak suka kenapa tidak kamu tolak saat itu juga? Mungkin aku akan berhenti mencarikanmu “nama”. Aku yang salah! Memang aku!
***
Agustus 2012
Bulan Ramadhan, menjelang Idul Fitri saat orang-orang bahagia menyambut hari yang begitu special, begitu sakral. Berbeda denganku, aku lebih sering berdiam diri di kamar, memikirkan kenapa semua berantakan seperti ini. Aku juga kadang tertawa mengingat kesepakatan kita malam itu. Sebuah kesepakan untuk tutup komunikasi. Hah? Parah sekali..
Kau tahu? Ibuku sering sekali tiba-tiba ke kamar dan berkata “jika menangis sekencang-kencangnya bisa membuatmu memiliki keinginan untuk keluar kamar, menangislah, Nak. Ibu tak kan malu atau marah” mendengar itu. Aku hanya mampu menangis diam-diam.
***
Dear it took so long just to feel alright, aku bukan hanya merasa kehilangan energi, sakit ataupun terluka yang begitu perih tapi aku merasa telah mati. Aku mulai ingin menghentikan segala aktifitas nyata atau maya-ku. Dan ini memang konyol bahkan sangat bodoh, tak heran jika mereka malah lebih sering memarahiku karena telah bosan melihatku seperti selalu menderita karena semua ini. Demi mereka aku mulai jadi pembohong! Pembohong bagi diri sendiri bahkan orang lain, setiap hari aku harus pura-pura baik saja dan tak terjadi apa-apa, kadang aku berpikir apakah kau merasakan yang sama? Merasakan sakit yang sedemikian rupa? Pertanyaan ini malah semakin membuatku terlihat konyol bahkan memalukan sekali. Ini seperti aku mengharapmu kembali. Dan benar, harapan itu nyata. Suatu siang kau datang bertandang dan bertanya “apakah aku baik-baik saja?” ini pertanyaan yang begitu polos, kenapa kau masih menanyakannya? jika kau memang mau mengaku sebagai teman terdekatku seharusnya kau tahu “aku tak baik-baik saja”. Setelah itu aku merasa kau seperti pengusik, suka mengganggu tiap keping ketenangan yang dengan susah payah aku kumpulkan setiap hari. Setelah aku minta untuk berhenti mengusik kau malah bilang kau terusik dengan tentangku di perangkatmu. Kenapa tak kau hapus saja? Agar aku tak harus bimbang antara menganggapmu baik atau tidak.


***
Memalukan, sakit, dan benci.
Setelah benar-benar lama, muak sudah aku mendengar semuanya, tiap berita yang melintas atau hinggap di telinga benar-benar membuatku ingin hilang dari dunia, kadang aku merasa harus di pihakmu. Tetap positif kau tak pernah ingin menyakitiku lebih dalam lagi. Tapi kadang aku ingin sekali benar-benar benci dan menganggapmu musuh. Betapa beruntung kau, aku tak bisa. Aku malah semakin tersiksa karena perasaan benci yang seperti dibuat-buat dan selalu kalah oleh perasaanku yang meluap-luap.
Aku hanya tak habis pikir, kemana dirimu saat ini yang kemarin bersikukuh menganggapku sahabat dan tak bersedia aku anggap kekasih? Aku sendiri di tengah semua orang yang sedang membincangi kita, aku, kau dan sahabatku sendiri. kamu bahkan seakan bangga dengan semua ini, membiarkan mereka mencercaku, menginjakku seperti aku mulai dilahap tanah yang begitu gersang, keras dan kering. Bahkan mungkin apakah kau tak sedikitpun ingin membelaku? Yang katamu sahabatmu, orang yang palling banyak mengisi harimu? Kenapa kau hanya di tempat? Berhentilah mengucap kalimat ini “aku tak bisa berbuat banyak”. Kau bukan Tuhan wajar tak bisa melakukan banyak hal, aku hanya ingin kau hentikan mereka, aku lelah sangat, ingin tenang.
Jangan lupakan, kau yang sebenarnya mengajariku berenang dengan diam-diam hingga di tengah lautan lepas, lantas kenapa kau memilih menumpang sebuah perahu dan membiarkanku sendiri kembali ke daratan bebas? 

Friday, November 9, 2012

Mengeluh Sebentar Saja

Tuhan,
Aku meminta hati-Mu yang mungkin Kau sematkan dalam dirinya
Aku menunggu tiap jengkal rindu yang mungkin akan Engkau perlihatkan padanya
Ini tentang dirinya yang menjelma ion pada tubuhku

Jika memang tidak, segeralah hapuskan!
Aku sudah bosan terus membanjiri pipi
Aku juga sudah lelah menjadi pemimpi ulung tentang ingin ini

Jika iya, lekas sadarkan!
Cepat beritahukan!
Agar usai segala sakit dan berganti musim-musim semi di pagi hari

Aku mohon Tuhan...
Aku tak begitu sabar :(

Sunday, October 21, 2012

Glasses VS Bogopaseo

hehe
aku juga nggak ngerti kenapa aku se-LEBAY inii
yang pasti ini photo profil baruku :D
santai lah, yang penting hepiiii :) :D

Friday, October 19, 2012

Aduh, sakit kepala :(
karena listening !

Friday, October 12, 2012

diK :)

Selamat malam!
Malam ini aku merindukan sesosok dalam tanda kutip.
Entah, betapa aku buta harus seperti kehilangan beberapa hanya karena satu

Oh Tuhan,
perkara betapa sepi aku
kenapa tak kau datanglah malaikat-malaikat untuk menghibur?
atau sekedar biarkan mereka membuatku terlelap dan istirahat??

Kid, aku 'merindukanmu' dalam tanda kutip

sore setelah pagi.

Dear..
Hari ini mengembun, tersapu waktu saat pagi beranjak meninggi.
aargh ,
Seharusnya dari kemarin aku putuskan tuk sekedar berhenti :')

Tuesday, October 9, 2012

Arum dan Akbar


Agustus, 2012

Aku memperhatikan tetes demi tetes air hujan di luar sana. Menyentuh dedaunan yang tampak bersemangat akan datangnya mereka, aku juga menikmati dentingan air yang jatuh di atas atap, mengalun indah, menggelitik telinga, dan terdengar merdu seperti suara biola yang sering dia mainkan.
Dia?
Siapa dia?
Ya, dia yang saat ini sedang aku tunggu, dia yang semalam mengirimiku pesan singkat dan berkata ingin bertemu. Dia, orang terjauh yang paling dekat denganku, tepatnya dengan hatiku. Hampir 12 tahun kami berkawan, aku benar-benar telah memahami segala tentangnya.
Sekitar 16 menit yang lalu aku tiba di sini, di sebuah tempat kita terbiasa tertawa dan mungkin menangis bersama. Walau pada kenyataannya aku tak pernah menyaksikan air mata itu menetes, atau bahkan mengguyur pipinya seperti yang saat ini hujan lakukan pada bumi. Dia selalu tampak lebih tegar. Akbar…
***
“Aargh, aku terlambat! Aku yakin saat ini Arum sedang menungguku. Payah!” aku tanpa sengaja berkali-kali menendang bagian bawah mobil karena kesal. Jalanan ibu kota selalu seperti ini, macet! Lengkap sudah dengan hujan yang tak kunjung reda sedari tadi.
tin.. tin…’ aku berkali-kali memainkan klakson mobil, berharap semua mobil di depanku menyisih dan biarkan aku dengan bebas melewati jalan.
Percuma, aku segera merogoh saku celana mencari benda kecil yang canggih itu, memencet beberapa tombolnya, setidaknya aku harus mengabari Arum tentang terjebaknya aku saat ini.
To: Arum
“macet, tapi sebentar lagi aku sampai”
dan,
Message sent.

                Sedikit merasa lega, dalam hati aku berdoa dia sabar menungguku hingga tiba.
***
                Macet? Oh..
Tapi setengah jam sudah, aku mulai kesal menunggunya, ini bukan pertama kali dia berbuat demikian, aku bahkan sudah tak mampu menghitungnya. Tapi tak apalah demi seorang kekasih ups maksudku demi seorang sahabat, haha jangankan hanya setengah jam, aku mungkin juga sangat rela menunggunya berpuluh tahun untuk tahu tentang perasaanku. Perasaan yang begitu lembut yang kerap kali membuat batinku tersiksa menahan rindu hanya Karena satu hari tak bertemu, ugh betapa berlebihan aku.
10 menit kemudian, dia belum juga tiba. Sungguh ini keterlaluan. Kopi di depanku sudah dingin, kemana dia? Dasar Akbar bodoh! Bisanya bikin kesel!
***
Aku keluar dari mobil, tanpa payung tak peduli akan basah, di tanganku benda special tertutupi jaket ingin segera aku perlihatkan padanya, semalam suntuk aku merakit benda yang entah aku sendiri belum tahu apa namanya. Beberapa saat aku melongok ke dalam ruangan mencari sosok yang sedari tadi sudah membayangiku. Nah itu dia! Dari jauh aku mampu merasakan betapa polos gadis ini, kakinya terus saja bergerak kesana-kemari juga sendok di tangannya yang tak berhenti mengaduk secangkir kopi. Heran! Setahuku, sebenarnya dia tak begitu suka minum kopi hingga 4 bulan yang lalu aku membawanya ke tempat ini. Waktu itu kami baru saja menghadiri acara reunian SMA, pulang dari sana mobil yang kami kendarai mogok dan terpaksa berhenti di sebuah bengkel tepat di depan kedai kopi ini. Dia mengeluh kehausan, dan saat itu mataku hanya menangkap kedai yang terlihat begitu menarik untuk disinggahi, tapi itu hanyalah alasan kedua. Alasan pertama sebenarnya aku memang begitu menyukai berbagai macam jenis kopi.
“Akbar, jangan gila! Kamu mau aku minum cairan hitam yang hanya akan membuatku susah tidur?” sungutnya. Alasan yang tak pernah berubah, dia hanya takut tak nyenyak tidurnya.
“kali ini saja, aku sudah malas keluar dari ruangan ini, kamu tahu betapa berat aku mendorong mobil bututmu tadi?” sergahku, berharap dia mengalah ternyata tidak dia malah semakin berapi-api, salahku tiba-tiba melontarkan kata “butut” untuk ‘Chum’ mobil kesayangannya itu. Konon kata ‘Chum’ ini adalah bahasa inggris yang artinya ‘teman karib’. Dia menganggap mobil itulah karib terbaiknya. Aneh bukan? Aku jelas merasa begitu cemburu sebagai sahabatnya, bukankah lebih baik aku daripada mesin bernama mobil tadi?
“mobil butut katamu? Namanya chum! Sekali-kali kau harus bersikap lembut padanya” mata yang sempat ku pikir adalah mata peri itu melotot. Selebihnya aku memilih diam saja. Toh akhirnya dia juga mulai meneguk secangkir kopi di atas meja walaupun dengan raut yang sama sekali tidak menyenangkan. Aku hanya tersenyum menahan geli.
***
“kamu telat 42 menit 18 detik.” Ketusku, menyadari dia sudah duduk di sampingku saat ini.
“aku kan sudah bilang, macet. Jelas-jelas hujannya juga deras” dia membela diri, dan memang selalu begitu.
“aku tak menerima alasan apapun! Katakan kenapa menyuruhku ke tempat ini?” sergahku seakan tak peduli melihatnya basah walau tak sampai kuyup.
“pesan kopi dulu lah” sahutnya santai, aku semakin kesal.
“Akbar, aku sibuk! Aku harus cepat-cepat kembali ke kampus” tandasku, dia sontak menurunkan tangannya yang tadi dia angkat untuk memanggil pelayan memesan secangkir kopi. Kemudian aku lihat dia mengambil sesuatu dari samping meja dan menyodorkannya padaku. “ini…” dia menarik nafas keras-keras, menahan kesal, Aku terkesima melihat benda unik di tangannya, benda yang begitu mirip sarang laba-laba seperti terbuat dari kawat berwarna kuning keemasan, herannya tak ada si penghuni sarang di sana. Malah seekor kupu-kupu kecil dari plastik berwarna merah muda berkepala manusia, lebih tepatnya gambar kepalaku yang terpasang begitu cantik dan rapi. Akbar selalu penuh kejutan, tanpa sadar aku menarik sisi bibirku. Tersenyum. Belum sempat aku berucap terima kasih, dia melanjutkan kalimatnya “besok, aku ke Jogja, akhirnya Ayah mengizinkan untuk tinggal dan kuliah di sana saja, anggap sarang, eh mainan atau apalah nama benda ini sebagai penggantiku untuk menemanimu ke depan nanti”  aku diam seketika, tak mampu berucap sedikitpun, hidup di Jogja memanglah cita-citanya sejak kita jaman SMP, dia bilang, dia bisa menikmati berbagai bentuk seni klasik di sana. aku tahu darah seni itu mengalir begitu kental dalam tubuhnya. “kamu tahu apa maksud dari benda ini?” dia tersenyum “aku sebagai Spiderman yang selalu melindungi peri  harus meninggalkan sarangku sebentar, dan kau harus tetap menungguku di sana” lanjutnya kemudian,. Dongeng tentang spiderman dan peri yang memang sempat kita tulis di atas kertas berukuran kecil sisa-sisa notebook milik saudara perempuannya. Kemarin, kami setiap hari melanjutkan kisah demi kisah, mengumpulkannya dalam satu album besar. “aku akan menceritakan dongeng aneh ini kepada anak-anakku nanti” katanya, sambil tersenyum waktu itu. Dongeng yang aneh? ya memang demikian. Tak pernah aku menemukan spiderman dan seorang peri dalam satu waktu? Ini hanya dongeng konyol buatan kami berdua, tentang seorang peri yang menangis setiap malam Karena iri akan kebahagiaan yang dia berikan pada orang lain, juga tentang datangnya Spiderman secara tiba-tiba yang kemudian menemani sepi sang peri sambil berbisik bahwa dia tak pernah sendiri. Aku ingat betul alur dongeng ini.
Kali ini aku melihatnya tertawa. Tak tahukah dia bahwa dadaku begitu sesak?.
“Akbar…”

***
“kenapa?” sahutku, ketika aku dengar suaranya melemah. Aku mulai takut sebentar lagi akan menyaksikan air mata sang peri.
“kamu benar-benar akan meninggalkanku?” tanyanya kemudian, dan benar air mata itu meluruh sudah, ah Arum..
“aku tidak meninggalkanmu, hanya aku harus pergi sebentar. Walau bagaimanapun kita akan sama-sama mengejar cita-cita bukan?. Kamu bilang setelah lulus kuliah kamu juga akan ikut tantemu ke Bali dan belajar menari di sana” aku pikir, aku sedang berusaha menenangkannya. Tapi tidak! Mata peri mulai menganak sungai dan semakin meluap
                “Arum, aku mohon jangan menangis di sini, ini tak terlihat seperti perpisahan sepasang kekasih. Ini hanya semacam perpisahan sementara dua orang sahabat yang hatinya terikat di sini. Di sarang laba-laba kecil ini” tangisnya menjadi. Sepertinya aku harus diam saja.
***
Bagiku, ini seperti perpisahan antara aku dan kekasihku, Akbar..

Begitulah kira-kira raungan dari hatiku, percuma! Akbar bodoh tak mungkin mendengarnya. Aku tak bisa membayangkan akan melewati hari-hari tanpanya, tapi akan egois jika aku malah menahan Akbar untuk tetap tinggal, padahal aku paling tahu tentang mimpinya ini, Setelah itu kami hanya diam saja, dia terlihat seperti memberiku waktu untuk menyelesaikan tangis. 2 menit kemudian, aku rasa aku harus tersenyum kembali.
“kamu benar, ini hanyalah perpisahan sementara. Dan kita memang harus saling mengejar cita-cita” gumamku, dia pun tersenyum
“aku janji akan semakin rajin membuatkanmu berbagai jenis mainan berbentuk peri. Peri yang baik hati dan tidak sombong” katanya, sambil lalu mengusap air mataku.
“janji?”
“janji!” sahutnya penuh semangat dengan mata berbinar. Wahai engkau yang selalu tampak begitu tegar, sekali saja izinkan aku melihat matamu tanpa pijar agar aku percaya kau adalah malaikat yang sempat menjelma manusia.
***
Lega rasanya melihatnya kembali tersenyum, dari kemarin memang Arum satu-satunya alasan kenapa aku begitu takut untuk segera ke Jogja. Sahabatku yang satu ini memang terlalu menganggapku penting. Arum.. Arum..



Sunday, September 30, 2012

PERMEN, PUISI DAN GUCI



Suatu senja,
Kau mengajakku bertandang ke rumahmu yang mungil
Di sana, serpihan-serpihan puisi menggigil
Kau melukisnya setiap hari
Namun kau kehilangan nyali untuk berlari
Demikian aku...

Senja berikutnya,
Matamu berkaca menatap guci dalam kaca
Sekian tahun kau merawatnya
Hingga guci itu sesak oleh kenangan manis tentang rasa
Namun tanganmu bergetar,
Kau kehilangan kekuatan untuk menyentuhnya
Demikian aku...

Senja terakhir,
Kita membeli permen di pasar yang sama
Bagiku, permen seharga 250 itu istimewa
Setiap gigitannya membuatku terkenang-kenang sepanjang usia
Tidak demikian kau...

Rupanya kau lebih suka guci dalam kaca
Dari pada permen yang katamu sepah tanpa rasa
Belakangan aku tahu, kau lebih beruntung dariku
Kau lupa puisi, kau pecahkan rupa guci
Sedang aku masih di sini, dengan permen tergenggam rapi

Dan, permen itu..
Gulanya melebur di setiap aliran darahku
Maka..
Apakah aku harus kehilangan semua darah di tubuhku,
Saat waktu memaksaku lupa,
Pada segala tentangnya?

*puisi dari Bidadari pendengar dongeng :-)

Siang yang begitu panas, berkali-kali aku meneguk air yang baru saja ku beli. Aku merasa ayah terlalu lama membuatku menunggu hari ini, lelah sekali..
beberapa saat aku merasa menjumpai seseorang yang sepertinya pernah ku lihat, ya! Itu dia si gadis kecil yang kemarin meninggalkan suratnya di depan toko es krim ini, aku girang! setidaknya mungkin dia bersedia melanjutkan isi suratnya dan sedikit hilangkan penatku menunggu ayah terlalu lama. Tunggu dulu, sepertinya berbeda. Dia terlihat begitu kaku, menenteng kantong plastik hitam di tangan kirinya, juga ada seorang perempuan dewasa yang membuntutinya dari belakang.
dia hendak masuk ke toko es krim, namun tiba-tiba menoleh ke arahku, memperhatikanku dengan mata bulatnya yang ternyata masih begitu mempesona, aku baru sadar ada cekungan hitam yang begitu mengganggu di bawah matanya, bisa ku tebak dia baru saja menangis..
dia menghampiriku, tepat berdiri di depanku. Perempuan yang menemaninya sontak kaget saat si gadis kecil menyapa orang yang tak dikenal.
“ini...” seruku dengan senyum manis, lantas dia membalikkan badan, merobek kertas itu dan menghambur ke arah perempuan dewasa tadi yang ternyata adalah ibunya.

“kau menyimpan suratku yang kemarin itu kan?” tanyanya sungguh polos
Aku hanya mengangguk, lantas ia mengulurkan tangannya memberi isyarat untuk ku serahkan kertas yang dia maksud, untung saja aku benar-benar menyimpannya, ku buka tas-ku kemudian ku serahkan kertas kecil dengan tulisan yang begitu tulus itu.
‘dia begitu menyayangi bocah laki-laki yang dia panggil kakak kecil sejak 7 bulan yang lalu, teman bermainnya setiap hari, sebenarnya dia bukan gadis yang sering ditemani sepi, dia memiliki banyak teman entah kenapa hanya bocah laki-laki tadi yang begitu berpengaruh baginya, sekarang ketika kakak kecilnya harus pergi, dia malah menangis. Anakku yang begitu cerdas malah terlihat begitu bodoh, aku tak percaya anak kecil juga mengalami hal ini’ cerita sang ibu sambil sesekali menyeka air mata yang menetes begitu saja, aku terharu.Ternyata benar dugaanku, dia menulis surat itu untuk kakak kecil yang menemaninya membeli es krim beberapa waktu lalu.
Sayang, tak bisa ia lanjutkan surat itu, dilanjutkan pun tak mungkin sempat dibaca oleh kakak kecilnya. Si bocah kecil telah pergi, jauh tak terjamah dan aku sulit bercerita ke mana sebenarnya dia pergi. (hehe, bingung)
Aku bingung harus bagaimana berkomentar tentang kisah ini.  Aku hanya percaya; jatuh cinta, menyayangi, mencintai, dan menyukai tidak hanya dialami oleh kita yang mengaku telah dewasa. Anak kecil pun bisa jatuh cinta, merasa kehilangan dan sakit yang mendalam.
Dia hanya gagal mempertahankan komitmen atau prinsip untuk tak jatuh hati, Selesai

Tuesday, September 18, 2012

Kecil kecil


Jangan berlebihan! Ini hanya tentang betapa bulat bumi yang semakin gagal Ia pikirkan. Juga tentang bolehnya manusia memiliki harapan-harapan walau tak ada yang tahu kapan terkabulkan.

“Absurd! Absurd! Absurd!” kata itu berulang kali keluar dari mulutnya, juga lelehan air mata yang seperti tanpa sengaja mengikuti irama yang mendayu-dayu dari dalam hatinya. Beginilah mungkin seorang perempuan bersenjatakan tangis kala tak kuat menahan perih yang tak pernah berlumurkan darah.

“Aku pantas mati.” Gumamnya lagi. Merasa hari-hari itu sudah sangat takut meninggalkan sejarah. Ia berulang kali meminta angin berhenti berkabar, memaksa hujan tinggalkan saja basah tanpa berair. Percuma! Terlanjur pula! Ia hanya perempuan biasa, penikmat binatang kecil bernama kupu-kupu bermimpi akan pernah memiliki sayap atau bahkan menjelma malaikat. Kenapa begitu? Suatu hari Ia bertanya ‘pernahkah para malaikat atau peri merasakan sakit sedemikian rupa yang ia rasakan?’ pertanyaan yang bodoh memang! pikirnya mereka hanya sibuk terbang kesana-kemari berbagi kebahagiaan, tanpa melukai siapapun tanpa mengorbankan siapapun.

“Tolol! Ini hanya mimpi, mimpi yang aneh. Se-aneh kata mereka. Hentikan sekarang juga menjadi pengkhayal terlalu dalam.” Ia tertidur, kelelahan menarik urat-urat di samping matanya mengeluarkan air mata. Biarkanlah Ia terlelap dan merasakan mimpi yang belum pernah Ia rencanakan.

Sunday, August 26, 2012

Bidadari pendengar dongeng, ILoveYou


Haha
Datanglah ke 'tempatku'..
kau tetap bisa bercerita apapun padaku.
Atau tulislah semua, aku akan membacanya. atau cukup ingat aku saat kau ingin berbagi, aku akan ikut merasakannya..

Sunday, July 22, 2012

I am a Dreamer :D


Friday, June 22, 2012

Yang baru niih..


Rasanya baru kemarin aku melihatnya tersenyum memandangi segerombolan perempuan yang  berebut duduk di baris pertama untuk menghadiri pengajian di mushalla, dengan kemeja warna hitam, senyum yang begitu ramah, bisa ku tebak dia memang laki-laki yang baik seperti yang Rani katakan.
Tapi saat ini, aku melihatnya sangat jelas di depan mataku..
***
“mau ku perkenalkan dengan seseorang?” pertanyaan yang selalu Rani -sahabatku- lontarkan ketika ada kesempatan mengobrol di perpustakaan.
“males” bisikku singkat saja, dia pasti sudah mengerti betapa aku bosan ditanyai demikian berulang kali.
“hey, kali ini lelaki yang berbeda, Ndah” dia balas berbisik pelan
“dari kemarin kamu ngomongnya gitu terus, bosen ah”
“Ndah, aku serius...” suaranya terdengar lantang dengan wajah melas yang tak pernah Rani tinggalkan ketika membujuk seseorang, aku hanya bisa tersenyum menandakan penolakan.  “ssstt,  jangan berisik “ seru beberapa mahasiswa di belakang kursi yang kami berdua tempati. Aku tak kuat menahan tawa saat Rani menundukkan kepalanya tiba-tiba.
***
Sebuah pagi, aku dipertemukan dengan beberapa poster promo pengajian untuk remaja-hahaha, aku menyebutnya demikian- di dinding-dinding kelas, heran saja kenapa pengajian harus ada iklan seperti ini, gambarnya pun seorang ikhwan yang terlihat begitu tampan. Jadi wajar jika mushalla akan dipenuhi oleh kaum hawa nantinya, tak jarang juga banyak laki-laki yang datang hanya untuk mengawasi perempuan-perempuan mereka di sana, inilah alasannya kenapa sering sekali aku tak menyetujui ajakan Rani untuk datang. Lebih baik aku dengarkan lewat radio tanpa harus berdesakan dengan peluh yang seperti menghujani tubuh dari saking sesaknya. Toh, di sana aku hanya akan berkeluh kesah tak tahan melihat begitu centilnya tangan sahabat-sahabat perempuanku yang melempar kertas sana-sini, ini seperti ajang beramai-ramai kembali ke masa dulu dengan surat-menyurat dari pada mendengarkan pengajian yang sesungguhnya.  Di samping itu aku sangat bersyukur karena ternyata Ayah dan Ibu mengerti kenapa aku malas sekali menghadiri PRM (Pengajian Remaja Mushalla) ini.
“ malam ini, kita harus datang!” seru Rani di sampingku
“hah?? Nggak,”
“Indah, penceramahnya orang yang ku ceritakan kemarin”
“apalagi, pokoknya aku nggak mau”
***
                Oh Tuhan, seusai Adzan isya aku sudah mendengar suara Rani mengobrol dengan Ibu di teras depan, dia juga bercerita tentang laki-laki itu, aku yakin ibu hanya manggut-manggut mendengarnya. Pura-pura mendengar seksama padahal sudah bosan karena ini bukan kali pertama Rani bercerita tentang laki-laki yang ingin dia jodohkan denganku  yang beginilah, begitulah.
“Rani hanya tak tahan mendengar ocehan teman-teman kampus tentang Indah, bu....” begitulah sekilas yang ku dengar dari percakapan itu. Yaah, memang betul  mereka , sebagian orang yang mungkin tak menyukai sikap cuekku berkata aku perempuan sombong jadi tak ada laki-laki yang suka, padahal sebenarnya aku merasa tak cocok saja dengan style yang mereka gunakan dalam menjalani hidup ini, kadang mereka keterlaluan dalam merespon sikap lelaki.  everybody has their own way, right??. aku keluar menemui Rani dan Ibu, melempar senyum tapi Rani dengan cepat menarik tanganku.
                “eh, mau kemana?”
                “ke mushalla. Mari Bu, Assalamualaikum”
                “waalaikumussalam, hati-hati nak” senyum ibu terlihat begitu lega
                Dalam perjalanan, aku hanya menggerutu Rani menarikku dengan paksa, berkali-kali dia meminta maaf dan memohon agar aku mau ikut dengannya, dan baiklah kali ini aku turuti..
                Di mushalla, sudah  sangat jelas di depan mata, jemaah yang hadir rata-rata  adalah perempuan, oh Tuhan! Tak terbayangkan sebelumnya aku sedang  berdesakan dengan mereka. Ini gila, berkali-kali aku menghibur diri dengan berkata “tak apalah demi seorang sahabat” Rani hanya tersenyum begitu bahagia. Berbagai adegan masa lalu telah dilakukan, melempar surat, saling melirik  dan lain sebagainya hingga mushalla tiba-tiba begitu sepi saat pengisi pengajian, laki-laki yang Rani ceritakan duduk tepat di depan jemaah dengan senyum yang begitu ramah, semua perempuan mengarah padanya saat ini, aku juga memperhatikan tatapan iri laki-laki yang lain. sesaat aku berpikir kali ini sahabatku tak salah menilai orang.
23:42 pm, jam yang tertera di handphoneku demikian, ini sudah di luar biasanya. Aku tak bisa lelapkan mata, aku sedang gelisah, terbebani oleh senyum yang ku tangkap di mushalla tadi, beginikah seorang perempuan?? Begitu cepat ditaklukkan hanya dengan satu senyuman?? Bahkan ada yang mengatakan lebih sering perempuan yang jatuh hati lebih dulu. Aku mencemaskan hatiku, dia sedang meronta ingin mencari tahu siapa sebenarnya laki-laki berkemeja hitam tadi, aarrgh...
***
“nanti malam, Abi mau ke rumahmu” suara Rani di telepon
“ngapain Ran?”
“ditunggu saja” klik! Terputus. Rasanya aku ingin berteriak, Rani membuatku ingin marah dua kali, pertama karena dia, aku terbebani senyum itu. Kedua dia sudah membuatku begitu penasaran..
***
                Malam itu, Abi Rani benar-benar datang, beliau tak sendiri. Melainkan ditemani sepasang suami istri dan laki-laki yang sudah beberapa hari ini sempat mengganggu konsentrasiku, yah laki-laki yang mengisi pengajian di mushalla waktu itu. Yang paling mengejutkan lagi, dia dan keluarganya datang untuk melamarku, subhanallah walhamdulillah..
                Awalnya aku tak percaya, aku seperti dijemput dengan tidak sengaja oleh pangeran impian. Namanya Anas, Khairunnas. Dia sepupu Rani, herannya aku yang sudah sangat lama bersahabat dengan Rani tak mengetahui hal tersebut. Setelah ku tanyakan, ternyata dia sepupu Rani yang tinggal di Medan, sengaja datang ke sini hanya untuk melihatku, parahnya lagi Rani sudah mengiriminya foto-fotoku sejak jaman aku masih SMP, benar-benar disengaja!
                Malam itu, saat ibu menanyakan bersediakah aku dilamar oleh lelaki tersebut, sungguh aku tak bisa berkata tidak, aku tiba-tiba menangis terharu dan memeluk ibu, betapa Allah selalu memberi kejutan yang begitu indah untuk hambaNya. Sekarang , resmilah aku menjadi tunangannya.
***
01 juli 2012
                Hari ini kami sekeluarga pergi ke Medan, berkunjung ke rumahnya, aku sudah tak sabar ingin segera tiba, ingin kemballi melihat senyum yang begitu ramah itu. Selama ini aku dan dia hanya berkomunikasi dengan sangat kaku di telepon seluler, aku tak bisa membayangkan mungkin sesampainya di sana aku akan terlihat lebih kaku lagi. Tentang Rani, dia sudah tiba lebih dulu di sana. Kata Rani ini acara yang begitu special karena aku dan dia bisa berdampingan sebagai saudara ipar, bukan sekedar sahabat, aku ingin tertawa mendengar pernyataan Rani ini.
                Satu jam, dua jam, tiga jam kemudian kami hampir tiba...
***
Rasanya baru kemarin aku melihatnya tersenyum memandangi segerombolan perempuan yang  berebut duduk di baris pertama untuk menghadiri pengajian di mushalla, dengan kemeja warna hitam, senyum yang begitu ramah, bisa ku tebak dia memang laki-laki yang baik seperti yang Rani katakan.
Tapi saat ini, aku melihatnya sangat jelas di depan mataku, terbaring  kaku, dikelilingi orang-orang yang begitu mencintainya. Aku menangis, tangisku dalam hati ini. Ibu memelukku tapi aku merasa sendiri, air mata ini ku paksa jatuh tapi tak bisa, seperti ada yang sengaja menahan. Allah begitu cepat ingin kebahagiaanku kembali padaNya..
Ternyata aku datang hanya untuk menghadiri upacara pemakamannya, aku belum sempat berucap rindu, belum sempat membuat suasana yang begitu akrab antar kami berdua, belum sempat berkata betapa bahagia aku menjadi bagian dari cerita hidupnya.
Tadi, saat dia bergegas menjemputku dan keluargaku di stasiun kereta, dalam perjalanan telah Allah kehendaki sebuah kecelakaan maut menimpanya, dan tak bisa selamatkan nyawanya, aku ingin menyesali kenapa harus dia yang bergegas menjemput kami, kenapa tidak yang lain saja. Allahumma ighfir lahu..


               


Sunday, May 27, 2012

"coba kau lihat!, aku masih bisa menulis" 
dia tersenyum mendengarku 

"lalu, coba kau bayangkan betapa selama ini kau membuatku kelimpungan. bahkan sampai ada yang bilang aku seperti kupu-kupu yang terbang tanpa sayap" 
tersenyum untuk yang kedua kalinya 

"sekarang, bisa kau tebak apa saja yang aku tulis?" 
dia diam, mengerutkan kedua alisnya 

"semuanya hanya tentang KESEDIHAN, 98% kesedihan!, kejam kau" 
beranjak, ingin menamparnya, tapi urung ku lakukan 

"tanganku terlalu hebat hanya untuk menyentuh pipimu, bahkan bisa saja aku tak bisa menulis lagi setelahnya" terdiam sesaat 
"sekarang pergilah, lebih baik aku tak melihatmu dari pada menamparmu dan kehilangan magic tanganku ini"

Saturday, May 26, 2012

Fly away so high...
setinggi anganku
untuk meraihmu
memeluk batinmu,
yang sama kacau karena merindu.. ;)

Thursday, May 17, 2012

Tenggorokan Sakiiit :'(

Wednesday, May 16, 2012

ADA APA DENGAN HATI YANG SELALU INGIN MENDENGAR SUARAMU..

Tuesday, May 15, 2012

Kau kenapa lagi, pangeran?
berkali-kali peri kecil memanggilmu tapi tak juga kau menyahut.
kau ingin akhiri persahabatan kecil nan indah ini?
Maaf, jika peri kecil terlalu berlebihan memperlakukanmu.
tapi peri rasa tak hanya padamu peri seperti inii
tolong, gubris peri kecil yang mulai malang ini...

Monday, May 14, 2012


Subhanallah..
hidungku benar-benar bermasalah nih..
kehujanan tadi, tapi alhamdulillah gak papa
hanya sering banget bersin..
terus lagi gatel banget ne hidung :(

Sunday, May 13, 2012

Dont disturb me tonight >_<
aku mau menyelesaikan beberapa pekejaan yang terbengkalai..
its about semantics, huuaaaaah :(
lelahnyaaa...
aku pusing!!!
Miss melankolis kambuh..
tersiksa jadinya :D
sore-sore flu, aiing!!
kok bisa yaa?
hidung jadi mampet nih :)
yaaa..
nikmati saja_lah.. :D

Saturday, May 12, 2012


Ruang ICU Rumah Sakit Kasih Bunda, 03:00 dini hari…
            “percayalah semuanya akan segera membaik” entah, keberapa kalinya aku sudah mendengar kalimat  ini, huh…. Mereka tak tahu betapa khawatirnya aku saat ini. Aku layaknya kapas, sangat tipis dan terlampau lemah sedang ketakutan di tepi sungai. Takut terjatuh ke dalamnya, yah… takut basah kuyup…
teringat tentang khawatir yang telah menghantuiku, aku takut sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini, aku takut tak bisa lagi menikmati setiap inchi keindahan yang Allah ciptakan, aku takut untuk jauh dari orang-orang tersayangku. Apalagi setelah ku tahu aku sedang berada di ruangan serba hijau ini, bukan ruangan serba putih lagi.
***
Sebuah pagi, sebelum segalanya terjadi dan sebelum khawatir mendiami hati kecilku. Aku baru saja bersiap-siap untuk ikut ayah ke Medan, menjenguk nenek yang sakit, beliau sengaja tak mengajak ibu. Katanya lebih baik ibu di rumah menemani citra, adik perempuanku yang sedang menghadapi UN di sekolahnya.
 Kembali tentang cerita perjalananku dan ayah ke Medan, sebelum meninggalkan rumah aku merasa ada hal aneh, jantungku serasa berdebar lebih kencang, aku sendiri tak tahu apa penyebabnya.
 Di stasiun kereta api, bulu kudukku berdiri begitu saja mendengar raungan kereta api di depanku, ini bukan kali pertama aku berada di stasiun kereta atau bahkan menaikinya, tapi entahlah seperti ada yang aneh saja dengan diriku. Kereta dan raungannya ini seperti singa yang siap menerkamku. “ayah ke loket dulu,” begitu kata ayah kemudian berlalu dari hadapan kami. Aku melihat ibu. Hhhh… berat sekali untuk pergi jauh dari ibu, jarak Medan ke lampung tidaklah dekat. Aku masih ingin menatap kedalaman cinta di matanya. Masih ingin terus merasakan dekap sayangnya setiap hari. dia terlihat membereskan barang-barang ayah. Ku lirik Citra, dia sibuk membolak-balik buku panduan UN yang kemarin ayah belikan untuknya.
“sibuk banget sih, kamu pasti lulus” ucapku seraya mengacak-acak rambutnya.
“huh.. kak Nara selalu menganggap remeh sesuatu” ah… citra. Respon yang membuatku gemas sekali.
“bukan meremehkan, tapi yakin deh, kalau masih SD dijamin lulus” Citra merengut, menyebalkan sekaligus lucu.
“Nara…” panggil ibu, seakan memberi isyarat untuk berhenti mengganggu Citra. “cepat ambil ranselmu, ayah sudah nunggu di sana.” Ucap ibu dan menunjuk posisi tempat ayah berdiri.
“ibu…” seruku lirih… ibu menoleh dan kontan langsung memelukku, ugh! Pelukan hangat ini. Aku tak ingin kehilangan pelukan sehangat ini.
“kamu kenapa sayang? Dari tadi ibu lihat kamu cemas sekali,”
“Nara takut setelah ini tak bisa kembali bertemu ibu” kali ini aku sesenggukan, aku menangis…
“hush! Kamu ini, jangan ngomong sembarangan nduk” ibu melepas pelukannya, beliau sibuk mengusap air mata di pipiku “sudah ayo cepat, kasihan ayah nunggu dari tadi” ajak ibu lagi “citra… ayo nak!” ups Allah… air mata bukan hanya meleleh di pipiku tapi di pipi beliau juga, beliau malah sibuk menghapus air mata di pipiku. Inilah kasih sayang ibu yang katanya tak terhingga sepanjang masa.
***
“pakai selimutnya, udara dalam perjalanan seperti ini tidak baik untuk kesehatan” ucap ayah, dalam satu ruang kereta VIP ini kami memang hanya berdua. Satu jam berlalu. Ayah menimang-nimang handphone di tangannya sedari tadi, sibuk membalas SMS dari kerabat di Medan, mengabari mereka kalau kami sudah berada di dalam kereta. Aku masih diam, cemas, takut dan… ugh! Sebenarnya ada apa denganku? Kekhawatiran yang sangat sudah menguasai hati dan pikiranku.
Kini jam sudah menunjukkan angka 12, ku lihat ayah tertidur, kekhawatiranku bertambah. Takut tak bisa lagi melihat ayah tidur sepulas ini, huh… tiba-tiba, terdengar dentuman yang begitu keras, kereta bergetar sangat cepat, ayah terbangun. Lampu kereta mati begitu saja. Terdengar teriakan gemuruh orang-orang.ternyata kereta yang sedang ku tumpangi menabrak kereta yang lain. Oh tuhan… kenapa bisa? Bukankah setiap kereta memiliki jadwalnya masing-masing?
“Nara ayo pegang tangan ayah!” teriak ayah panik
“ Nara tidak bisa melihat apa-apa”sesaat terlihat lampu sorot dari handphone ayah menyinari. Aku bisa melihat keadaan sekitar. Termasuk tangan ayah, ku coba menjangkaunya. Tapi… brukk!! Kereta oleng ke samping, aku terjatuh. Dan prannggg…. Sebuah besi besar tubuh dari kereta menindihku,  “Nara……” itu adalah suara terakhir ayah yang ku dengar.
***
Rasa khawatirku memuncak ketika ku tahu ini sudah hari ke 18 dari koma panjangku. Herannya aku bisa mendengar segala dari sekitarku. Tangisan ibu, teriakan Citra, dan suara sendu ayah. Sepertinya  keadaan ayah lebih baik dariku. Dan sore ini, ketika dokter mengabari mereka bahwa tak ada tanda-tanda aku bisa bangun, ibu menangis sejadinya…ugh ibu aku mendengarmu, tapi aku tak sanggup tuk sekedar buka mata.” Percayalah, semuanya akan segera membaik” begitu kata ayah. Aku sudah lelah mendengar kalimat ini, kapan? Aku sudah tak sabar ayah, tak sabar untuk kembali memelukmu. Ingin sekali ku buka mata ini,aku sudah berselimut rindu yang sangat. Ingin ku curhat pada Allah segera saja cabut nyawaku, atau buka mataku. Aku tak ingin menyiksa keluargaku lebih lama lagi.
Allah… kapan kau putuskan salah satu dari keduanya?


J percakapan antar dua manusia..

R:  sudah malam, tidurlah..
A:  malam tidur, sudahlah! Biarkan..!!!!
R:  kamu yang tidur bukan malam..
A:  nggak, mata saya masih terbuka lebar.
R:  tapi malam sudah menyuruhmu pejamkan mata..
A:  hanya mataku kah?? Bagaimana dengan milikmu??
R:  mataku??? Malam telah jadi temanku, jadi kan ku temani ia hingga dia pun menyuruhku..
A:  tidak,, aku juga ingin berteman dengannya, jadi biarkan aku duduk di sebelahmu sambil temani malam. Katakan padanya berhentilah menyuruhku pejamkan mata.
R:  dia menyuruhmu tidur bukan karena dia tak ingin berteman denganmu tapi kau lebih dari seorang teman baginya, hingga dia pun tak ingin merepotkanmu, ikutilah nasehatnya...
A:  baiklah, katakan padanya aku menyayanginya.
R:  ya, kan ku sampaikan lewat udaranya....

Hahahahhahaa... :D
Pengen ketawa aja..

Aku lelah, sangat!!
kau, tinggalkanlah aku..
tak apa aku sakit sementara.
dari pada ku tahan saat ini begitu sakitnyaa.
:(

kau siapa?
bukan apa-apa
bukan sesuatu berharga yang harus selalu ku jaga.
kau, bahkan tak memberitahuku hati siapa yang kau puja.
ingin aku tumpah padamu, tapi tak bisa :'(
ugh!!!

Untuk Alan


Aku Tak Mengerti Cinta

“Di bola matamu....

              Kerinduan_”



“ Boleh dikata cinta itu semburat cahaya dalam hati, ini ada di dalam buku”
“ Aku tanya menurutmu, bukan apa yang ada dalam buku”
“ Menurutku? Hmm.. apa ya? Entahlah aku juga tidak tahu, lebih baik kau rasakan saja”
“ Dirasakan? Manis nggak ya?”
“ Bukan manis tapi indah”
“ Kalau indah bukan dirasa donk tapi dilihat”
“ Terserahlah! Kamu membuatku semakin bingung”
                Sebuah percakapan yang tak bisa ku lupakan sampai kapanpun, dia selalu bermain-main dengan cinta  tapi dia sendiri tak pernah tahu hakikat cinta. Dari percakapan inilah semuanya akan berawal indah, seperti yang dia katakan.

Serangkai cerita cinta yang sangat parah bila terus ku pikirkan. Ini tentang Alan, seorang laki-laki yang belum lama ini ku kenal sempat membuatku bingung  karena rasa yang dia oles di dinding hatiku, mungkinkah itu cinta? Aku tak mengerti adanya. Oh ya aku mengenal Alan sebatas teman di dunia maya saja. Aku pun tak pernah bertemu dengan dirinya, sekedar tahu dia dari photo-photo yang dia berikan pada teman-temannya.
                                                                  ***

 Aku tak pernah mempercayai sejuta cerita cinta yang dia lontarkan padaku, karena aku benar-benar tak ingin tenggelam pada cinta yang kata teman-temanku sangat menyakitkan itu. Aku tak mau buang-buang waktuku hanya karena cinta yang suka mengikat hati manusia. Hm… kembali pada Alan, menurutku dia merupakan teman yang baik dan sangat menyenangkan untuk sekedar menghibur diri.
“ Selamat pagi, is there something special to day?” sapanya pagi itu di telepon,, tiba-tiba saja senyumku merekah.
I think, nothing!, Alan, pagi banget kamu menelponku? Adakah sesuatu yang ingin kau bagi?”
“ Tidak ada, hanya saja rasanya pagi ini sangat membosankan kalau tidak ku gunakan untuk mendengar suaramu yang jernih” hm… dia mulai lagi.
“ Jernih? Emangnya air? Gombalisasi kamu,” Alan hanya tertawa mendengarku mengatakan kata “Gombalisasi” tadi, aku akui ini penyalahgunaan bahasa Indonesia.
“ Apaan tuh gombalisasi? Udah kelas berapa sih kok ngga bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar?”
“ Hm… baru kelas 2 SD mas,” setelah itu aku mendengarnya tertawa.
                                                                                ***
Hari ini aku dibuatnya bingung lagi, tentang pengakuannya padaku kalau dia menyimpan rasa aneh yang aku pun tak mengerti rasa apa itu. Seperti biasa aku berpura-pura menganggap semua itu leluconnya saja, mana mungkin dia jatuh cinta padaku? Padahal dia tak pernah bertemu denganku, jadi lucu, kan? Sebenarnya aku juga bingung harus bersikap seperti apa karena aku juga merasakan apa yang dia rasakan, kalau dipikir secara logika sih… ini  sekedar rasa semu yang dirasakan gadis berumur 17 tahun sepertiku dan laki-laki berumur 18 tahun seperti Alan. Aku harus segera selesaikan rasa semu ini.
“ Jadi menurutmu rasa ini semu?” tanyanya begitu kelu ku dengar, seperti biasa kami hanya bicara lewat via telepon
“ Ya, kamu harus yakinkan diri kamu kalau apa yang kau rasakan hanya semu!” aku berusaha setenang mungkin
“ Va, aku sudah memikirkan ini matang-matang, dan ku rasa mungkin aku mencintai  kamu, dan aku selalu butuh kamu”
“ Mungkin?! Itu hal yang wajar, aku menemani kamu sms dan telepon setiap hari jadi tak salah jika tiba-tiba kamu merasa seperti itu, tapi yang jelas ini bukan cinta seperti yang kamu maksud” aduh Alan, jangan buatku tambah bingung dan tak mengerti.
“ Lalu aku harus bagaimana menghadapi rasa ini?”
“ Yakinkan dirimu kalau itu hanya rasa yang semu” aku terus mengulang kalimat itu, aku tak mau terperangkap oleh permainan seperti ini lagi pula aku tak mempercayai Alan seutuhnya, maafkan aku Alan…!!
                                                                ***
Alan belum menghilang dari duniaku, dia tetap menghubungiku setiap hari. Tak ku pungkiri aku bahagia, dan entahlah tiba-tiba aku suka dia memperlakukanku lebih dari sekedar teman, bahkan terkadang aku biarkan dia menghambur sayangnya padaku, karena aku juga menyayanginya tapi aku tak ingin melebih-lebihkan semua ini. Terkadang aku berpikir jika suatu saat tanpa sengaja aku bertemu dengan Alan mungkin sikapku akan kaku, dan sulit menyapanya seperti yang biasa ku lakukan di telepon. Aku berpikir lagi, Alan aku sangat menyayangi kamu tapi aku tak ingin kita lebih dari sekedar teman... lebih baik kita lihat semuanya nanti.




                                                                                          

Aku..

Aku..
sedang jatuh hati pada pria yang tak pernah ku tahu siapa ia,
kadang ini sangat menyiksa. bahkan sakit begitu dahsyatnyaa..
Aku..
hhmmp :)
hanya menikmati segala, biarkan aku menikmatinya :D

Friday, May 11, 2012

12 mei 2012
The first time i do this one..
chayoo, ceritakanlah apa yang ingin kau ceritakan..