Thursday, November 15, 2012

Siapa sebenarnya?



“kamu yang memulainya, kamu yang membuat keadaannya berubah, kamu yang memunculkan nama-nama” katamu, bukan hanya seperti meraut-raut telingaku bahkan juga seperti mengupas habis hatiku.
“apa?! Aku…?”  kelu. Aku tak mampu untuk sekedar membantah, ini seperti aku begitu asing bagimu. Aku yang memulainya? Oke, dengan senang hati aku terima, kamu boleh menganggap aku yang memulai kerusakan ini, kerusakan yang memang mungkin aku dalangnya.  Aku yang membuat keadaannya berubah? Baik, lantas aku tanya sekarang, apakah aku salah jika aku harus pertama kali jatuh hati pada seseorang yang begitu sering menemaniku menikmati hari? Memberi sebentuk perhatian yang entah sekedar iseng atau apa. Aku manusia, aku jatuh hati pada orang yang membuatku nyaman hidup di dunia ini. Aku hanya terlalu ceroboh menempatkan perasaanku sendiri. Aku akui itu salahku. Kamu yang memunculkan nama-nama? Lagi-lagi aku dan lagi-lagi baiklah aku terima, walau aku lupa kapan sebenarnya julukan itu mulai ada. Alasan paling kuat kenapa aku harus seperti mencari nama yang cocok untukmu adalah karena kau melarangku memanggilmu “Gus” seperti orang lain memanggilmu demikian? Jika kau tak suka kenapa tidak kamu tolak saat itu juga? Mungkin aku akan berhenti mencarikanmu “nama”. Aku yang salah! Memang aku!
***
Agustus 2012
Bulan Ramadhan, menjelang Idul Fitri saat orang-orang bahagia menyambut hari yang begitu special, begitu sakral. Berbeda denganku, aku lebih sering berdiam diri di kamar, memikirkan kenapa semua berantakan seperti ini. Aku juga kadang tertawa mengingat kesepakatan kita malam itu. Sebuah kesepakan untuk tutup komunikasi. Hah? Parah sekali..
Kau tahu? Ibuku sering sekali tiba-tiba ke kamar dan berkata “jika menangis sekencang-kencangnya bisa membuatmu memiliki keinginan untuk keluar kamar, menangislah, Nak. Ibu tak kan malu atau marah” mendengar itu. Aku hanya mampu menangis diam-diam.
***
Dear it took so long just to feel alright, aku bukan hanya merasa kehilangan energi, sakit ataupun terluka yang begitu perih tapi aku merasa telah mati. Aku mulai ingin menghentikan segala aktifitas nyata atau maya-ku. Dan ini memang konyol bahkan sangat bodoh, tak heran jika mereka malah lebih sering memarahiku karena telah bosan melihatku seperti selalu menderita karena semua ini. Demi mereka aku mulai jadi pembohong! Pembohong bagi diri sendiri bahkan orang lain, setiap hari aku harus pura-pura baik saja dan tak terjadi apa-apa, kadang aku berpikir apakah kau merasakan yang sama? Merasakan sakit yang sedemikian rupa? Pertanyaan ini malah semakin membuatku terlihat konyol bahkan memalukan sekali. Ini seperti aku mengharapmu kembali. Dan benar, harapan itu nyata. Suatu siang kau datang bertandang dan bertanya “apakah aku baik-baik saja?” ini pertanyaan yang begitu polos, kenapa kau masih menanyakannya? jika kau memang mau mengaku sebagai teman terdekatku seharusnya kau tahu “aku tak baik-baik saja”. Setelah itu aku merasa kau seperti pengusik, suka mengganggu tiap keping ketenangan yang dengan susah payah aku kumpulkan setiap hari. Setelah aku minta untuk berhenti mengusik kau malah bilang kau terusik dengan tentangku di perangkatmu. Kenapa tak kau hapus saja? Agar aku tak harus bimbang antara menganggapmu baik atau tidak.


***
Memalukan, sakit, dan benci.
Setelah benar-benar lama, muak sudah aku mendengar semuanya, tiap berita yang melintas atau hinggap di telinga benar-benar membuatku ingin hilang dari dunia, kadang aku merasa harus di pihakmu. Tetap positif kau tak pernah ingin menyakitiku lebih dalam lagi. Tapi kadang aku ingin sekali benar-benar benci dan menganggapmu musuh. Betapa beruntung kau, aku tak bisa. Aku malah semakin tersiksa karena perasaan benci yang seperti dibuat-buat dan selalu kalah oleh perasaanku yang meluap-luap.
Aku hanya tak habis pikir, kemana dirimu saat ini yang kemarin bersikukuh menganggapku sahabat dan tak bersedia aku anggap kekasih? Aku sendiri di tengah semua orang yang sedang membincangi kita, aku, kau dan sahabatku sendiri. kamu bahkan seakan bangga dengan semua ini, membiarkan mereka mencercaku, menginjakku seperti aku mulai dilahap tanah yang begitu gersang, keras dan kering. Bahkan mungkin apakah kau tak sedikitpun ingin membelaku? Yang katamu sahabatmu, orang yang palling banyak mengisi harimu? Kenapa kau hanya di tempat? Berhentilah mengucap kalimat ini “aku tak bisa berbuat banyak”. Kau bukan Tuhan wajar tak bisa melakukan banyak hal, aku hanya ingin kau hentikan mereka, aku lelah sangat, ingin tenang.
Jangan lupakan, kau yang sebenarnya mengajariku berenang dengan diam-diam hingga di tengah lautan lepas, lantas kenapa kau memilih menumpang sebuah perahu dan membiarkanku sendiri kembali ke daratan bebas? 

Friday, November 9, 2012

Mengeluh Sebentar Saja

Tuhan,
Aku meminta hati-Mu yang mungkin Kau sematkan dalam dirinya
Aku menunggu tiap jengkal rindu yang mungkin akan Engkau perlihatkan padanya
Ini tentang dirinya yang menjelma ion pada tubuhku

Jika memang tidak, segeralah hapuskan!
Aku sudah bosan terus membanjiri pipi
Aku juga sudah lelah menjadi pemimpi ulung tentang ingin ini

Jika iya, lekas sadarkan!
Cepat beritahukan!
Agar usai segala sakit dan berganti musim-musim semi di pagi hari

Aku mohon Tuhan...
Aku tak begitu sabar :(