hehe
aku juga nggak ngerti kenapa aku se-LEBAY inii
yang pasti ini photo profil baruku :D
santai lah, yang penting hepiiii :) :D
Sunday, October 21, 2012
Friday, October 19, 2012
Friday, October 12, 2012
diK :)
Selamat malam!
Malam ini aku merindukan sesosok dalam tanda kutip.
Entah, betapa aku buta harus seperti kehilangan beberapa hanya karena satu
Oh Tuhan,
perkara betapa sepi aku
kenapa tak kau datanglah malaikat-malaikat untuk menghibur?
atau sekedar biarkan mereka membuatku terlelap dan istirahat??
Kid, aku 'merindukanmu' dalam tanda kutip
Malam ini aku merindukan sesosok dalam tanda kutip.
Entah, betapa aku buta harus seperti kehilangan beberapa hanya karena satu
Oh Tuhan,
perkara betapa sepi aku
kenapa tak kau datanglah malaikat-malaikat untuk menghibur?
atau sekedar biarkan mereka membuatku terlelap dan istirahat??
Kid, aku 'merindukanmu' dalam tanda kutip
sore setelah pagi.
Dear..
Hari ini mengembun, tersapu waktu saat pagi beranjak meninggi.
aargh ,
Seharusnya dari kemarin aku putuskan tuk sekedar berhenti :')
Hari ini mengembun, tersapu waktu saat pagi beranjak meninggi.
aargh ,
Seharusnya dari kemarin aku putuskan tuk sekedar berhenti :')
Tuesday, October 9, 2012
Arum dan Akbar
Agustus,
2012
Aku memperhatikan tetes demi tetes air hujan di luar sana . Menyentuh dedaunan
yang tampak bersemangat akan datangnya mereka, aku juga menikmati dentingan air
yang jatuh di atas atap, mengalun indah, menggelitik telinga, dan terdengar
merdu seperti suara biola yang sering dia mainkan.
Dia?
Siapa dia?
Ya, dia yang saat ini sedang aku tunggu, dia yang semalam
mengirimiku pesan singkat dan berkata ingin bertemu. Dia, orang terjauh yang
paling dekat denganku, tepatnya dengan hatiku. Hampir 12 tahun kami berkawan,
aku benar-benar telah memahami segala tentangnya.
Sekitar 16 menit yang lalu aku tiba di sini, di sebuah
tempat kita terbiasa tertawa dan mungkin menangis bersama. Walau pada
kenyataannya aku tak pernah menyaksikan air mata itu menetes, atau bahkan
mengguyur pipinya seperti yang saat ini hujan lakukan pada bumi. Dia selalu
tampak lebih tegar. Akbar…
***
“Aargh, aku terlambat! Aku yakin saat ini Arum sedang
menungguku. Payah!” aku tanpa sengaja berkali-kali menendang bagian bawah mobil
karena kesal. Jalanan ibu kota
selalu seperti ini, macet! Lengkap sudah dengan hujan yang tak kunjung reda
sedari tadi.
‘tin.. tin…’ aku berkali-kali memainkan klakson
mobil, berharap semua mobil di depanku menyisih dan biarkan aku dengan bebas
melewati jalan.
Percuma, aku segera merogoh saku celana mencari benda
kecil yang canggih itu, memencet beberapa tombolnya, setidaknya aku harus
mengabari Arum tentang terjebaknya aku saat ini.
To: Arum
“macet, tapi sebentar lagi aku sampai”
dan,
dan,
Message
sent.
Sedikit merasa lega, dalam hati
aku berdoa dia sabar menungguku hingga tiba.
***
Macet? Oh..
Tapi setengah jam sudah, aku mulai kesal menunggunya, ini
bukan pertama kali dia berbuat demikian, aku bahkan sudah tak mampu
menghitungnya. Tapi tak apalah demi seorang kekasih ups maksudku demi seorang
sahabat, haha jangankan hanya setengah jam, aku mungkin juga sangat rela
menunggunya berpuluh tahun untuk tahu tentang perasaanku. Perasaan yang begitu
lembut yang kerap kali membuat batinku tersiksa menahan rindu hanya Karena satu
hari tak bertemu, ugh betapa berlebihan aku.
10 menit kemudian, dia belum juga tiba. Sungguh ini
keterlaluan. Kopi di depanku sudah dingin, kemana dia? Dasar Akbar bodoh!
Bisanya bikin kesel!
***
Aku keluar dari mobil, tanpa payung tak peduli akan basah,
di tanganku benda special tertutupi jaket ingin segera aku perlihatkan padanya,
semalam suntuk aku merakit benda yang entah aku sendiri belum tahu apa namanya.
Beberapa saat aku melongok ke dalam ruangan mencari sosok yang sedari tadi
sudah membayangiku. Nah itu dia! Dari jauh aku mampu merasakan betapa polos
gadis ini, kakinya terus saja bergerak kesana-kemari juga sendok di tangannya yang
tak berhenti mengaduk secangkir kopi. Heran! Setahuku, sebenarnya dia tak
begitu suka minum kopi hingga 4 bulan yang lalu aku membawanya ke tempat ini.
Waktu itu kami baru saja menghadiri acara reunian SMA, pulang dari sana mobil yang kami
kendarai mogok dan terpaksa berhenti di sebuah bengkel tepat di depan kedai
kopi ini. Dia mengeluh kehausan, dan saat itu mataku hanya menangkap kedai yang
terlihat begitu menarik untuk disinggahi, tapi itu hanyalah alasan kedua. Alasan
pertama sebenarnya aku memang begitu menyukai berbagai macam jenis kopi.
“Akbar, jangan gila! Kamu mau aku minum cairan hitam yang
hanya akan membuatku susah tidur?” sungutnya. Alasan yang tak pernah berubah,
dia hanya takut tak nyenyak tidurnya.
“kali ini saja, aku sudah malas keluar dari ruangan ini,
kamu tahu betapa berat aku mendorong mobil bututmu tadi?” sergahku, berharap
dia mengalah ternyata tidak dia malah semakin berapi-api, salahku tiba-tiba
melontarkan kata “butut” untuk ‘Chum’ mobil kesayangannya itu.
Konon kata ‘Chum’ ini adalah bahasa inggris yang artinya ‘teman karib’.
Dia menganggap mobil itulah karib terbaiknya. Aneh bukan? Aku jelas merasa
begitu cemburu sebagai sahabatnya, bukankah lebih baik aku daripada mesin
bernama mobil tadi?
“mobil butut katamu? Namanya chum! Sekali-kali kau harus
bersikap lembut padanya” mata yang sempat ku pikir adalah mata peri itu
melotot. Selebihnya aku memilih diam saja. Toh akhirnya dia juga mulai meneguk
secangkir kopi di atas meja walaupun dengan raut yang sama sekali tidak
menyenangkan. Aku hanya tersenyum menahan geli.
***
“kamu telat 42 menit 18 detik.” Ketusku, menyadari dia
sudah duduk di sampingku saat ini.
“aku kan
sudah bilang, macet. Jelas-jelas hujannya juga deras” dia membela diri, dan memang
selalu begitu.
“aku tak menerima alasan apapun! Katakan kenapa menyuruhku
ke tempat ini?” sergahku seakan tak peduli melihatnya basah walau tak sampai
kuyup.
“pesan kopi dulu lah” sahutnya santai, aku semakin kesal.
“Akbar, aku sibuk! Aku harus cepat-cepat kembali ke
kampus” tandasku, dia sontak menurunkan tangannya yang tadi dia angkat untuk
memanggil pelayan memesan secangkir kopi. Kemudian aku lihat dia mengambil
sesuatu dari samping meja dan menyodorkannya padaku. “ini…” dia menarik nafas
keras-keras, menahan kesal, Aku terkesima melihat benda unik di tangannya,
benda yang begitu mirip sarang laba-laba seperti terbuat dari kawat berwarna
kuning keemasan, herannya tak ada si penghuni sarang di sana . Malah seekor kupu-kupu kecil dari
plastik berwarna merah muda berkepala manusia, lebih tepatnya gambar kepalaku
yang terpasang begitu cantik dan rapi. Akbar selalu penuh kejutan, tanpa sadar
aku menarik sisi bibirku. Tersenyum. Belum sempat aku berucap terima kasih, dia
melanjutkan kalimatnya “besok, aku ke Jogja, akhirnya Ayah mengizinkan untuk
tinggal dan kuliah di sana saja, anggap sarang, eh mainan atau apalah nama
benda ini sebagai penggantiku untuk menemanimu ke depan nanti” aku diam seketika, tak mampu berucap
sedikitpun, hidup di Jogja memanglah cita-citanya sejak kita jaman SMP, dia
bilang, dia bisa menikmati berbagai bentuk seni klasik di sana. aku tahu darah
seni itu mengalir begitu kental dalam tubuhnya. “kamu tahu apa maksud dari
benda ini?” dia tersenyum “aku sebagai Spiderman yang selalu melindungi
peri harus meninggalkan sarangku
sebentar, dan kau harus tetap menungguku di sana ” lanjutnya kemudian,. Dongeng tentang
spiderman dan peri yang memang sempat kita tulis di atas kertas berukuran kecil
sisa-sisa notebook milik saudara perempuannya. Kemarin, kami setiap hari
melanjutkan kisah demi kisah, mengumpulkannya dalam satu album besar. “aku akan
menceritakan dongeng aneh ini kepada anak-anakku nanti” katanya, sambil
tersenyum waktu itu. Dongeng yang aneh? ya memang demikian. Tak pernah aku
menemukan spiderman dan seorang peri dalam satu waktu? Ini hanya dongeng konyol
buatan kami berdua, tentang seorang peri yang menangis setiap malam Karena iri
akan kebahagiaan yang dia berikan pada orang lain, juga tentang datangnya
Spiderman secara tiba-tiba yang kemudian menemani sepi sang peri sambil
berbisik bahwa dia tak pernah sendiri. Aku ingat betul alur dongeng ini.
Kali ini
aku melihatnya tertawa. Tak tahukah dia bahwa dadaku begitu sesak?.
“Akbar…”
***
“kenapa?” sahutku, ketika aku dengar suaranya melemah. Aku
mulai takut sebentar lagi akan menyaksikan air mata sang peri.
“kamu benar-benar akan meninggalkanku?” tanyanya kemudian,
dan benar air mata itu meluruh sudah, ah Arum..
“aku tidak meninggalkanmu, hanya aku harus pergi sebentar.
Walau bagaimanapun kita akan sama-sama mengejar cita-cita bukan?. Kamu bilang setelah
lulus kuliah kamu juga akan ikut tantemu ke Bali dan belajar menari di sana ” aku pikir, aku
sedang berusaha menenangkannya. Tapi tidak! Mata peri mulai menganak sungai dan
semakin meluap
“Arum, aku mohon jangan menangis di sini, ini tak terlihat seperti perpisahan sepasang kekasih. Ini hanya semacam perpisahan sementara dua orang sahabat yang hatinya terikat di sini. Di sarang laba-laba kecil ini” tangisnya menjadi. Sepertinya aku harus diam saja.
“Arum, aku mohon jangan menangis di sini, ini tak terlihat seperti perpisahan sepasang kekasih. Ini hanya semacam perpisahan sementara dua orang sahabat yang hatinya terikat di sini. Di sarang laba-laba kecil ini” tangisnya menjadi. Sepertinya aku harus diam saja.
***
Bagiku, ini seperti perpisahan antara aku dan kekasihku,
Akbar..
Begitulah kira-kira raungan dari hatiku, percuma! Akbar
bodoh tak mungkin mendengarnya. Aku tak bisa membayangkan akan melewati
hari-hari tanpanya, tapi akan egois jika aku malah menahan Akbar untuk tetap
tinggal, padahal aku paling tahu tentang mimpinya ini, Setelah itu kami hanya
diam saja, dia terlihat seperti memberiku waktu untuk menyelesaikan tangis. 2
menit kemudian, aku rasa aku harus tersenyum kembali.
“kamu benar, ini hanyalah perpisahan sementara. Dan kita
memang harus saling mengejar cita-cita” gumamku, dia pun tersenyum
“aku janji akan semakin rajin membuatkanmu berbagai jenis
mainan berbentuk peri. Peri yang baik hati dan tidak sombong” katanya, sambil
lalu mengusap air mataku.
“janji?”
“janji!” sahutnya penuh semangat dengan mata berbinar. Wahai
engkau yang selalu tampak begitu tegar, sekali saja izinkan aku melihat matamu
tanpa pijar agar aku percaya kau adalah malaikat yang sempat menjelma manusia.
***
Lega rasanya melihatnya kembali tersenyum, dari kemarin
memang Arum satu-satunya alasan kenapa aku begitu takut untuk segera ke Jogja.
Sahabatku yang satu ini memang terlalu menganggapku penting. Arum.. Arum..
Subscribe to:
Posts (Atom)