Friday, June 22, 2012

Yang baru niih..


Rasanya baru kemarin aku melihatnya tersenyum memandangi segerombolan perempuan yang  berebut duduk di baris pertama untuk menghadiri pengajian di mushalla, dengan kemeja warna hitam, senyum yang begitu ramah, bisa ku tebak dia memang laki-laki yang baik seperti yang Rani katakan.
Tapi saat ini, aku melihatnya sangat jelas di depan mataku..
***
“mau ku perkenalkan dengan seseorang?” pertanyaan yang selalu Rani -sahabatku- lontarkan ketika ada kesempatan mengobrol di perpustakaan.
“males” bisikku singkat saja, dia pasti sudah mengerti betapa aku bosan ditanyai demikian berulang kali.
“hey, kali ini lelaki yang berbeda, Ndah” dia balas berbisik pelan
“dari kemarin kamu ngomongnya gitu terus, bosen ah”
“Ndah, aku serius...” suaranya terdengar lantang dengan wajah melas yang tak pernah Rani tinggalkan ketika membujuk seseorang, aku hanya bisa tersenyum menandakan penolakan.  “ssstt,  jangan berisik “ seru beberapa mahasiswa di belakang kursi yang kami berdua tempati. Aku tak kuat menahan tawa saat Rani menundukkan kepalanya tiba-tiba.
***
Sebuah pagi, aku dipertemukan dengan beberapa poster promo pengajian untuk remaja-hahaha, aku menyebutnya demikian- di dinding-dinding kelas, heran saja kenapa pengajian harus ada iklan seperti ini, gambarnya pun seorang ikhwan yang terlihat begitu tampan. Jadi wajar jika mushalla akan dipenuhi oleh kaum hawa nantinya, tak jarang juga banyak laki-laki yang datang hanya untuk mengawasi perempuan-perempuan mereka di sana, inilah alasannya kenapa sering sekali aku tak menyetujui ajakan Rani untuk datang. Lebih baik aku dengarkan lewat radio tanpa harus berdesakan dengan peluh yang seperti menghujani tubuh dari saking sesaknya. Toh, di sana aku hanya akan berkeluh kesah tak tahan melihat begitu centilnya tangan sahabat-sahabat perempuanku yang melempar kertas sana-sini, ini seperti ajang beramai-ramai kembali ke masa dulu dengan surat-menyurat dari pada mendengarkan pengajian yang sesungguhnya.  Di samping itu aku sangat bersyukur karena ternyata Ayah dan Ibu mengerti kenapa aku malas sekali menghadiri PRM (Pengajian Remaja Mushalla) ini.
“ malam ini, kita harus datang!” seru Rani di sampingku
“hah?? Nggak,”
“Indah, penceramahnya orang yang ku ceritakan kemarin”
“apalagi, pokoknya aku nggak mau”
***
                Oh Tuhan, seusai Adzan isya aku sudah mendengar suara Rani mengobrol dengan Ibu di teras depan, dia juga bercerita tentang laki-laki itu, aku yakin ibu hanya manggut-manggut mendengarnya. Pura-pura mendengar seksama padahal sudah bosan karena ini bukan kali pertama Rani bercerita tentang laki-laki yang ingin dia jodohkan denganku  yang beginilah, begitulah.
“Rani hanya tak tahan mendengar ocehan teman-teman kampus tentang Indah, bu....” begitulah sekilas yang ku dengar dari percakapan itu. Yaah, memang betul  mereka , sebagian orang yang mungkin tak menyukai sikap cuekku berkata aku perempuan sombong jadi tak ada laki-laki yang suka, padahal sebenarnya aku merasa tak cocok saja dengan style yang mereka gunakan dalam menjalani hidup ini, kadang mereka keterlaluan dalam merespon sikap lelaki.  everybody has their own way, right??. aku keluar menemui Rani dan Ibu, melempar senyum tapi Rani dengan cepat menarik tanganku.
                “eh, mau kemana?”
                “ke mushalla. Mari Bu, Assalamualaikum”
                “waalaikumussalam, hati-hati nak” senyum ibu terlihat begitu lega
                Dalam perjalanan, aku hanya menggerutu Rani menarikku dengan paksa, berkali-kali dia meminta maaf dan memohon agar aku mau ikut dengannya, dan baiklah kali ini aku turuti..
                Di mushalla, sudah  sangat jelas di depan mata, jemaah yang hadir rata-rata  adalah perempuan, oh Tuhan! Tak terbayangkan sebelumnya aku sedang  berdesakan dengan mereka. Ini gila, berkali-kali aku menghibur diri dengan berkata “tak apalah demi seorang sahabat” Rani hanya tersenyum begitu bahagia. Berbagai adegan masa lalu telah dilakukan, melempar surat, saling melirik  dan lain sebagainya hingga mushalla tiba-tiba begitu sepi saat pengisi pengajian, laki-laki yang Rani ceritakan duduk tepat di depan jemaah dengan senyum yang begitu ramah, semua perempuan mengarah padanya saat ini, aku juga memperhatikan tatapan iri laki-laki yang lain. sesaat aku berpikir kali ini sahabatku tak salah menilai orang.
23:42 pm, jam yang tertera di handphoneku demikian, ini sudah di luar biasanya. Aku tak bisa lelapkan mata, aku sedang gelisah, terbebani oleh senyum yang ku tangkap di mushalla tadi, beginikah seorang perempuan?? Begitu cepat ditaklukkan hanya dengan satu senyuman?? Bahkan ada yang mengatakan lebih sering perempuan yang jatuh hati lebih dulu. Aku mencemaskan hatiku, dia sedang meronta ingin mencari tahu siapa sebenarnya laki-laki berkemeja hitam tadi, aarrgh...
***
“nanti malam, Abi mau ke rumahmu” suara Rani di telepon
“ngapain Ran?”
“ditunggu saja” klik! Terputus. Rasanya aku ingin berteriak, Rani membuatku ingin marah dua kali, pertama karena dia, aku terbebani senyum itu. Kedua dia sudah membuatku begitu penasaran..
***
                Malam itu, Abi Rani benar-benar datang, beliau tak sendiri. Melainkan ditemani sepasang suami istri dan laki-laki yang sudah beberapa hari ini sempat mengganggu konsentrasiku, yah laki-laki yang mengisi pengajian di mushalla waktu itu. Yang paling mengejutkan lagi, dia dan keluarganya datang untuk melamarku, subhanallah walhamdulillah..
                Awalnya aku tak percaya, aku seperti dijemput dengan tidak sengaja oleh pangeran impian. Namanya Anas, Khairunnas. Dia sepupu Rani, herannya aku yang sudah sangat lama bersahabat dengan Rani tak mengetahui hal tersebut. Setelah ku tanyakan, ternyata dia sepupu Rani yang tinggal di Medan, sengaja datang ke sini hanya untuk melihatku, parahnya lagi Rani sudah mengiriminya foto-fotoku sejak jaman aku masih SMP, benar-benar disengaja!
                Malam itu, saat ibu menanyakan bersediakah aku dilamar oleh lelaki tersebut, sungguh aku tak bisa berkata tidak, aku tiba-tiba menangis terharu dan memeluk ibu, betapa Allah selalu memberi kejutan yang begitu indah untuk hambaNya. Sekarang , resmilah aku menjadi tunangannya.
***
01 juli 2012
                Hari ini kami sekeluarga pergi ke Medan, berkunjung ke rumahnya, aku sudah tak sabar ingin segera tiba, ingin kemballi melihat senyum yang begitu ramah itu. Selama ini aku dan dia hanya berkomunikasi dengan sangat kaku di telepon seluler, aku tak bisa membayangkan mungkin sesampainya di sana aku akan terlihat lebih kaku lagi. Tentang Rani, dia sudah tiba lebih dulu di sana. Kata Rani ini acara yang begitu special karena aku dan dia bisa berdampingan sebagai saudara ipar, bukan sekedar sahabat, aku ingin tertawa mendengar pernyataan Rani ini.
                Satu jam, dua jam, tiga jam kemudian kami hampir tiba...
***
Rasanya baru kemarin aku melihatnya tersenyum memandangi segerombolan perempuan yang  berebut duduk di baris pertama untuk menghadiri pengajian di mushalla, dengan kemeja warna hitam, senyum yang begitu ramah, bisa ku tebak dia memang laki-laki yang baik seperti yang Rani katakan.
Tapi saat ini, aku melihatnya sangat jelas di depan mataku, terbaring  kaku, dikelilingi orang-orang yang begitu mencintainya. Aku menangis, tangisku dalam hati ini. Ibu memelukku tapi aku merasa sendiri, air mata ini ku paksa jatuh tapi tak bisa, seperti ada yang sengaja menahan. Allah begitu cepat ingin kebahagiaanku kembali padaNya..
Ternyata aku datang hanya untuk menghadiri upacara pemakamannya, aku belum sempat berucap rindu, belum sempat membuat suasana yang begitu akrab antar kami berdua, belum sempat berkata betapa bahagia aku menjadi bagian dari cerita hidupnya.
Tadi, saat dia bergegas menjemputku dan keluargaku di stasiun kereta, dalam perjalanan telah Allah kehendaki sebuah kecelakaan maut menimpanya, dan tak bisa selamatkan nyawanya, aku ingin menyesali kenapa harus dia yang bergegas menjemput kami, kenapa tidak yang lain saja. Allahumma ighfir lahu..